Cahaya Yang Tidak Nampak
Aku ayumi wanita yang saat ini sedang merasakan kegagalan dalam berumah tangga. Pernikahanku sangatlah indah, boleh di kata dengan pandangan orang banyak yang ingin menjadi seperti aku, iya karna setelah menikah kami berdua di pandang mampu dari segi financial. Akupun tidak memungkiri itu, semua nikmat yang Allah berikan amat sangat kurasakan, aku punya suami yang tampan yang ku panggil mas zam (Abrizam). Dia laki-laki yang teramat pendiam. Dia penyayang dengan keluarga terutama ibunya, awalnya aku ragu wanita yang tak cantik sepertiku kenapa bisa di cintai oleh mas zam, aku wanita tidak baik, bahkan aku pernah membohongi dia. Sebelum menikah aku hanyalah wanita dari keluarga tidak mampu yang merindukan kemewahan. Aku di angkat anak oleh orang yang kaya, aku di didik dengan materi berlimpah, sampai aku lupa siapa aku, darimana aku berasal dan siapa orang tua kandungku. Tapi mas zam menerimaku dan memilihku untuk mendampinginya, awal mau melangkah untuk menikah memang banyak cobaan wanita-wanita cantik singgah di hati mas zam. Alangkah bangganya aku bisa dia pilih menjadi pendampingnya. Aku menikmati peranku sebagai istri. Aku juga menikmati peranku sebagai wanita karir. Setiap pulang kerja aku selalu menyempatkan untuk masak makanan-makanan yang dia sukai. Bahkan kami
sangatlah romantis, saat pulang kerja aku mencuci dan mas zam yang menjemur pakaian. Rasa cintaku ke mas zam sangatlah besar, sampai aku iri dan takut jika mas zam denkat dengan keluarganya bahkan ibunya sendiri. Dengan rasa cintaku yang berlebihan dan membuat mas zam risih akan sikapku, tapi mas zam masih bisa menahannya. Pada suatu ketika, karna ulahku yang ingin mandiri, kita pernah menyewa rumah dan akhirnya kembali lagi ke rumah orang tua mas zam. Jujur sebagai wanita aku ingin sekali punya rumah sendiri dan hanya tinggal berdua dengan suami dan anak2ku kelak. Pernikahan menginjak 3 tahun, mas Zam harus mengambil keputusan besar kita harus pindah ke suatu kota penyanggah ibu kota dengan membawa ibu mas zam. Awal-awal kami sangat bahagia, misi kami membahagiakan orang tua. Bahkan sampai Allah izinkan kami memiliki mobil. Berjalannya waktu sifat iriku, sifat egoisku muncul. Aku ingin menguasai mas zam seutuhnya. Aku takut saat mas zam dekat dengan keluarganya aku akan di lupakan. Ketakutan-ketakutan yang teramat tidak jelas. Banyak perbuatanku yang melukai ibu mertuaku dan adik iparku.
Bersambung ....
Komentar
Posting Komentar